Jakarta. | Kementerian ESDM menyampaikan bahwa per tahun 2023 potensi EBT Indonesia telah mencapai 3.687 GigaWatt (GW). Sebagian besarnya disokong oleh potensi energi surya dengan total 3.294 GW. Namun apa daya, potensi energi panas matahari itu belum dioptimalkan. Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam gelaran Indonesia Solar Summit 2023, menyebut pendayagunaannya hanya sekitar 200 Mega Watt.
Peningkatan kapasitas produksi listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) juga menghadapi tantangan biaya yang tidak kecil. Sebagai contoh, biaya instalasi solar panel pada bangunan rumah tangga tipe 36 dengan kapasitas 1,02 kWp membutuhkan investasi sebesar Rp 17 Juta.
Menjawab tantangan itu, Raphael Wiswa Santoso Samosir bersama delapan rekannya dari Teknik Elektro Universitas Pertamina (UPER), merancang pengembangan purwarupa teknologi fotovoltaik dengan biaya terjangkau. Dalam karyanya yang dipamerkan di Innovation and Design Exhibition of Electrical Engineering (IDEEE) tersebut, Raphael dan tim mengembangkan konsep solar panel berbasis solar tracker yang diberi nama Vanalika.
“Biasanya solar panel yang terpasang selama ini berbentuk statis, tidak mengikuti arah matahari. Sedangkan, pergerakan matahari akan selalu berubah, dan ini akan memengaruhi optimalisasi solar panel yang terpasang. Prototipe yang kami kembangkan, Vanalika, bersifat dinamis, yang berarti mengikuti sinar matahari dan penyerapan tenaga surya menjadi lebih optimal,” jelas Raphael selaku Ketua Tim Vanalika (7/2).
Dirancang dengan menggunakan sensor Light Dependent Resistor (LDR) serta teknologi arduino uno yang merupakan sistem program pusat dalam pengatur gerak sensor, Vanalika berhasil menghasilkan kapasitas listrik sebesar 1 sampai 6 Watt dari 6 buah mini solar sel sebesar 6 volt.
Selain menggunakan teknologi sensor dan pemrograman, Raphael beserta rekannya yaitu Aulia Naufal, Siti Hindun, Nur Khoiriyah, Wahyu Rinaldi, Rifki Rifaldi, Hamdy Fahmi, Amsal Junaidi, dan Jonathan Stefanus, mendapati dengan penyusunan solar panel yang dinamis tersebut nyatanya efektif dalam menangkap cahaya matahari hingga 300 persen yang dimanfaatkan untuk sebagai penerangan rumah tangga.
“Karena penyusunannya lebih dinamis, Vanalika dapat bekerja dengan maksimal dari pagi sampai sore hari. Hasil pengujian yang kami lakukan pada pemasangan solar panel yang statis dapat menangkap sinar matahari sebesar 200 mW. Namun dengan fotovoltaik dinamis dapat menangkap hingga 600 mW. Selain itu dari penyusunan Vanalika dengan biaya produksi hanya berkisar Rp 900 ribu sudah mampu menghidupi lampu LED 3 volt selama 6 jam,” tambah Raphael.
Melalui mata kuliah Konversi Energi Listrik, Raphael dan rekannya mempelajari berbagai metode dalam penciptaan energi listrik secara konvensional hingga pemanfaatan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT). Harapannya, Vanalika dapat berkembang lebih lanjut dan diimplementasikan secara luas.
Gelaran pameran IDEE yang dirancang oleh Program Studi Teknik Elektro UPER tersebut mendapatkan apresiasi dari Rektor UPER. Menurut Prof. Wawan Gunawan A. Kadir MS., pameran IDEEE menjadi salah satu wujud dari mengimplementasikan teori ke dalam kehidupan nyata.
“Mengusung tema pengembangan energi berkelanjutan, kegiatan ini menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengasah keterampilan ramah lingkungan atau green skills. Selain itu, UPER juga mendukung mahasiswa dalam mengembangkan kapabilitas diri guna menghadapi dunia kerja. Misalkan dengan menyelaraskan kompetensi masa depan melalui kurikulum peminatan terbaru seperti mata kuliah artificial intelligence, energi baru terbarukan, automation dan internet of things. Lebih lanjut, guna mempersiapkan karir lulusan, UPER menyediakan program Lulusan Merah Putih sebagai bimbingan karir dengan praktisi,” ujar Prof Wawan.
Sebagai informasi, saat ini kampus besutan PT Pertamina (Persero) tengah membuka peluang untuk berkuliah di UPER. Bagi calon mahasiswa yang tertarik, dapat mengakses informasi selengkapnya melalui https://pmb.universitaspertamina.ac.id/
(hum-ish)