KEJARNEWS COM,Depok | DPRD Kota Depok menggelar Rapat Paripurna dengan agenda Penetapan Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) Kota Depok Tahun 2025. Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Yeti Wulandari itu berlangsung pada Jumat (23/5/2025) di Ruang Sidang Paripurna DPRD Kota Depok, dihadiri oleh Wakil Walikota Depok, Chandra Rahmansyah.
Anggota DPRD Depok Komisi D Siswanto SH.
Dalam rapat tersebut, Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) menyampaikan laporan resmi yang dibacakan oleh Gerry Wahyu Riyanto. Salah satu poin penting dalam laporan tersebut adalah perubahan jumlah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang sebelumnya hanya dua, kini bertambah menjadi enam.
Adapun keenam Raperda yang masuk dalam Propemperda 2025 meliputi:
1. Raperda Kota Depok tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2. Raperda Kota Depok tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3. Raperda Kota Depok tentang Penyelenggaraan Hak Asasi Manusia;
4. Raperda Kota Depok tentang Pendirian BUMD Pangan;
5. Raperda Kota Depok tentang Pendirian BUMD Pengelolaan Aset;
6. Raperda Kota Depok tentang Pendirian BUMD Gas Perkotaan.
Namun demikian, salah satu usulan dari Komisi D DPRD Kota Depok yakni Raperda tentang Perlindungan Guru tidak dilanjutkan. Menurut Gerry, alasan penolakan ini didasarkan pada keberadaan Pasal 84 dalam Perda Kota Depok Nomor 14 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pendidikan yang sudah mengatur perlindungan terhadap guru. Ketentuan lebih lanjut dari pasal tersebut akan diatur melalui Peraturan Wali Kota (Perwal).
Keputusan ini menuai protes dari anggota Komisi D, Siswanto, SH. Ia menilai ketentuan dalam Perda yang ada belum cukup memberikan perlindungan konkret bagi para guru, khususnya dalam menghadapi tantangan era digital dan media sosial.
“Realitanya di lapangan, guru masih rentan menjadi korban bullying, termasuk dari siswanya sendiri. Saat guru berusaha melerai perkelahian misalnya, bisa saja justru dilaporkan oleh wali murid. Ini menunjukkan perlindungan hukum yang ada belum komprehensif,” ujarnya.
Siswanto juga menegaskan bahwa Pasal 84 yang dimaksud tidak pernah benar-benar digunakan untuk melindungi guru yang mengalami masalah semacam itu. Ia berharap usulan perlindungan guru bisa tetap dipertimbangkan masuk ke dalam Propemperda, meskipun Bapemperda menyatakan akan menjajaki pengaturannya melalui Perwal.
“Sayangnya, Perwal itu tidak mencakup secara luas. Kita butuh aturan yang lebih spesifik dan menyeluruh,” tutup Siswanto. (Rohana)