KEJARNEWS.COM, Jakarta. | Indonesia, produsen ikan tangkap terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok, menyuplai 25% kebutuhan ikan global (World Resource Institute Indonesia, 2024). Namun, dengan luas laut 5,8 juta km², pemanfaatannya masih belum optimal. Konsumsi ikan per kapita hanya 50,5 kg, jauh dari target 60 kg yang direkomendasikan FAO (2023). Keterbatasan infrastruktur menghambat distribusi, menyebabkan penurunan kualitas ikan dan harga yang melambung tinggi berdampak pada nelayan dan konsumen, demikian disampaikan Humas Universitas Pertamina Alyza kepada media,Senin (24/2/25).
Di tengah tantangan ini, enam mahasiswa Universitas Pertamina—Putri Kaila Syauqiyah, Christin Abigail, Rijal Padlilah, Jovan Eka Putra, Gregorius Deflonias, dan Ray M Akbar—turun tangan dengan solusi inovatif, yakni Fish UPER. Purwarupa digital tersebut menghubungkan nelayan langsung dengan konsumen. Dengan Fish UPER, nelayan bisa menjual hasil tangkapannya secara lebih cepat dan efisien, sementara konsumen mendapatkan ikan segar dengan harga yang lebih terjangkau.
“Sebagai negara yang dikelilingi oleh lautan, Indonesia memiliki potensi besar tidak hanya untuk memenuhi konsumsi ikan nasional tetapi juga menjadi eksportir utama produk seafood. Namun, keterbatasan infrastruktur membuat distribusi perikanan menjadi rumit. Para nelayan sering menghadapi harga yang tinggi dan tidak stabil, sementara biaya melaut terus meningkat. Kondisi ini membuat hasil tangkapan mereka sulit bersaing dan mengurangi kesejahteraan mereka,” ungkap Kaila, ketua tim Fish UPER.
Berbeda halnya dengan kompetitor sejenisnya, Fish UPER mendesain produknya sejalan dengan kebutuhan pasar yang diimbangi dengan kemajuan teknologi. Hal ini memungkinkan para nelayan, distributor hingga pembeli mendapatkan hasil tangkapan laut dengan harga yang relatif stabil dan kualitas baik hanya dengan memanfaatkan satu aplikasi.
Dengan tiga produk bisnis antara lain SortUP, marketplace, dan Inventory (UPIn), Fish UPER dapat dimanfaatkan oleh nelayan, distributor, pengecer, dan pembeli. SortUP bekerja sama dengan distributor untuk mencari sumber pasok dan menetapkan standar produk ikan yang akan didistribusikan massal. Sementara itu, marketplace Fish UPER menghubungkan penjual dan pembeli dengan informasi harga dan ketersediaan stok secara real-time. Sedangkan UPIn, menawarkan layanan penyimpanan produk perikanan yang memungkinkan dapat menjaga kualitas ikan.
“Kami mengembangkan prototipe aplikasi untuk meningkatkan akses nelayan ke konsumen dan memenuhi permintaan ikan, sambil mengurangi eksploitasi berlebih. Layanan cold chain kami menjaga kesegaran ikan selama distribusi, termasuk ke daerah terpencil. Dengan teknologi penyimpanan yang optimal, kami menjaga kualitas ikan lebih lama, mengurangi limbah, dan meningkatkan nilai jual. Kami berharap desain teknologi ini dapat segera diimplementasikan untuk mendukung nelayan menjangkau konsumen dengan lebih cepat,” ungkap Kaila.
Keberhasilan tim Fish UPER dalam merancang prototipe aplikasi ini mencerminkan keterampilan mahasiswa dalam merespons kebutuhan sosial dengan solusi inovatif. Selain itu, Fish UPER juga dirancang sebagai aplikasi yang berkelanjutan dalam industri perikanan.
“Hal ini karena proses bisnisnya tidak menghasilkan limbah, sekaligus berkontribusi terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Di sisi lain, Fish UPER berpotensi untuk digunakan dalam jangka panjang, memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi nelayan dan pelaku bisnis perikanan,” pungkas Ita Musfirowati Hanika, M.I.Kom., dosen pengampu mata kuliah Bisnis Berbasis Digital.
Selain Fish UPER, beberapa tim dalam mata kuliah tersebut juga mengembangkan sejumlah rancangan bisnis inovatif. Di antaranya, Zyfit, sebuah aplikasi kesehatan yang membantu pengguna menjaga kebugaran; Clean Now, aplikasi laundry yang menawarkan layanan pencucian pakaian berbasis digital; Ecodrop, platform pengelolaan sampah yang mendorong praktik daur ulang; PakaiLagi, aplikasi yang memfasilitasi pemanfaatan pakaian bekas agar lebih berkelanjutan; StyleSync, aplikasi gaya hidup yang menghubungkan pengguna dengan tren fashion terkini; serta MoodMate, aplikasi yang berfokus pada kesehatan mental.
“Sebagai kampus yang berorientasi pada bidang teknologi, karya mahasiswa Komunikasi UPER menjadi wujud bukti nyata dalam menjembatani kesenjangan antara teknologi dan kebutuhan sosial. Inovasi mereka tidak hanya relevan sebagai solusi nyata, tetapi juga mendorong partisipasi masyarakat secara berkelanjutan. Selain itu, pemanfaatan teknologi dalam proyek-proyek ini tidak hanya meningkatkan kualitas karya, tetapi juga memperkuat keterhubungan antara institusi, industri, dan masyarakat,” tutup Prof. Wawan Gunawan A. Kadir MS., Rektor Universitas Pertamina.
Sebagai informasi, saat ini kampus besutan PT Pertamina (Persero) tengah membuka peluang untuk berkuliah di UPER. Bagi calon mahasiswa yang tertarik, dapat mengakses informasi selengkapnya melalui https://pmb.universitaspertamina.ac.id/(ish).